Meski
telah melarang penggunaan istilah empat pilar kebangsaan, Mahkamah Konstitusi
(MK) tidak mempersoalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang kadung dikeluarkan untuk program sosialisasi ide yang dicetuskan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut.
Bahkan MK mem
persilahkan MPR untuk me lanjutkan sosialisasi berbiaya miliaran Rupiah
tersebut, namun dengan syarat sudah mengganti istilah empat pilar dengan
istilah lain. “Tidak jadi soal. Tapi jangan gunakan istilah empat pilar lagi
karena itu mengaburkan makna Pancasila sebagai dasar filosofi, dasar negara,
dan seterusnya,” kata Ketua MK Hamdan Zoelva kepada koran ini kemarin (5/4).
Hamdan
menambahkan bahwa putusan MK dalam pengujian Pasal 34 Ayat 3 huruf b
Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) pada Kamis kemarin, hanya sebatas
menghapus frasa empat pilar kebang saan dan bernegara Sebagai informasi bahwa
empat pilar yang dicetuskan MPR tersebut terdiri dari Pancasila, Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
“Yang jadi
masalah di dalam pertimbangan MK adalah menyamakan Pancasila dengan pilar-pilar
yang lain, sama atau sederajat dengan yang lain padahal posisinya beda, itu
saja. Jadi silakan sosialisasi tapi jangan gunakan empat pilar,” terang Hamdan.
Sementara itu,
Kordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi menilai bahwa
putusan MK tersebut tidak tegas. Alasannya, putusan tersebut tidak sampai
menghentikan agenda MPR untuk menghamburkan uang negara untuk menjalankan
program sosialisasi empat pilar tersebut.
“Dan tujuan
program ini sampai saat ini tidak jelas dampaknya bagi masyarakat,” kata Uchok.
Uchok mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, dari tahun
2012 hingga 2014, MPR telah menelan dana APBN sekitar Rp 1,2 triliun hanya
untuk mensosialisasikan ide tersebut.
“Besarnya
anggaran empat pilar ini, tetapi MPR yang sering melakukan sosialisasi ini
tidak paham tentang Pancasila sehingga penempatkan Pancasila sebagai salah satu
pilar,” tandas Uchok. Sementara itu, menurut Wakil Ketua MPR RI Melani Leimena
Suharli, pihaknya tidak akan melawan, meski awalnya menyesali putusan MK itu.
“Kami hanya
menyayangkan. Namun karena putusan MK itu mengikat, maka kami harus hormati
keputusan itu untuk dipatuhi,” katanya, kepada INDOPOS, kemarin (5/4). Atas
dasar itu, maka pimpinan MPR pun tidak akan lagi memakai istilah empat pilar
kebangsaan, yang didalamnya terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal
Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Meski begitu,
politisi Partai Demokrat ini mengaku tetap akan melakukan sosialisasi atas
empat pemahaman kebangsaan itu, mengingat masih minimnya pemahaman masyarakat
terhadap Pancasila. “Entah apa namanya, saya secara pribadi memandang bahwa
nilainilai dari keempat hal tersebut sangat baik bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara ke masyarakat,” terangnya.
Dirinya mengaku
selama melakukan sosialisasi empat pilar, ia sering menemui warga tidak hapal
dengan urutan lima sila di Pancasila. “Bahkan, setelah dilakukan sosialisasi
empat pilar selama ini, kami pimpinan MPR periode 2009- 2014 bersyukur ternyata
mata pelajaran Pancasila kembali dimasukan ke dalam kurikulum sekolah,”
terangnya menambahkan.
Hal senada
diungkapkan oleh tim sosialisasi empat pilar DPR/MPR RI Hidayat Nur Wahid yang
mengakui bahwa keputusan MK wajib dipatuhi. Namun, kepada INDOPOS, mantan Ketua
MPR RI ini juga berharap agar pimpinan dan anggota MPR tetap dapat menjalankan
atau mensosialisasikan Putusan MPR sebagaimana yang diatur di Undang-Undang
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
“MK hanya
memutuskan untuk menghapus frasa empat pilar kebangsaan yang di dalamnya terdapat
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Tetapi putusan MK tidak
menghapuskan Putusan MPR berdasar UU MD3 yakni untuk tugas dan kewenangan MPR,”
ujarnya.
Sosialisasi
Putusan MPR yang dimaksud UUD 1945 hasil perubahan (amandemen), TAP MPR dan Keputusan
MPR. “Jadi mungkin, besok-besok MPR hanya melakukan sosialisasi yang memakai
istilah ‘Sosialisasi Putusan MPR’. Memang nama itu tidak sekeren nama 4 Pilar
Kebangsaan,” tuturnya.
Pasca putusan MK
ini, lanjut calon presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta agar
semua pimpinan lembaga tinggi negara berkumpul untuk memikirkan kelanjutan
sosialisasi khusus pemantapan Pancasila ke masyarakat.
“Saya berharap
semua stakeholder dapat duduk bersama mengenai kelanjutan sosialisasi
Pancasila. Kalau dulu ada badan BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang mengurusi sosialisasi
Pancasila. Namun setelah dibubarkan, maka harus dipikirkan lagi adanya lembaga
yang khusus melakukan sosialisasi Dasar Negara RI itu, terutama pasca keputusan
MK menghapuskan istilah 4 Pilar Kebangsaan,” tandasnya menambahkan.