Jumat, 27 Juni 2014

4 PILAR DIHAPUS, SOSIALISASI TETAP JALAN

Meski telah melarang penggunaan istilah empat pilar kebangsaan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mempersoalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kadung dikeluarkan untuk program sosialisasi ide yang dicetuskan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut.
Bahkan MK mem persilahkan MPR untuk me lanjutkan sosialisasi berbiaya miliaran Rupiah tersebut, namun dengan syarat sudah mengganti istilah empat pilar dengan istilah lain. “Tidak jadi soal. Tapi jangan gunakan istilah empat pilar lagi karena itu mengaburkan makna Pancasila sebagai dasar filosofi, dasar negara, dan seterusnya,” kata Ketua MK Hamdan Zoelva kepada koran ini kemarin (5/4).
Hamdan menambahkan bahwa putusan MK dalam pengujian Pasal 34 Ayat 3 huruf b Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) pada Kamis kemarin, hanya sebatas menghapus frasa empat pilar kebang saan dan bernegara Sebagai informasi bahwa empat pilar yang dicetuskan MPR tersebut terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Yang jadi masalah di dalam pertimbangan MK adalah menyamakan Pancasila dengan pilar-pilar yang lain, sama atau sederajat dengan yang lain padahal posisinya beda, itu saja. Jadi silakan sosialisasi tapi jangan gunakan empat pilar,” terang Hamdan.
Sementara itu, Kordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi menilai bahwa putusan MK tersebut tidak tegas. Alasannya, putusan tersebut tidak sampai menghentikan agenda MPR untuk menghamburkan uang negara untuk menjalankan program sosialisasi empat pilar tersebut.
“Dan tujuan program ini sampai saat ini tidak jelas dampaknya bagi masyarakat,” kata Uchok. Uchok mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, dari tahun 2012 hingga 2014, MPR telah menelan dana APBN sekitar Rp 1,2 triliun hanya untuk mensosialisasikan ide tersebut.
“Besarnya anggaran empat pilar ini, tetapi MPR yang sering melakukan sosialisasi ini tidak paham tentang Pancasila sehingga penempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar,” tandas Uchok. Sementara itu, menurut Wakil Ketua MPR RI Melani Leimena Suharli, pihaknya tidak akan melawan, meski awalnya menyesali putusan MK itu.
“Kami hanya menyayangkan. Namun karena putusan MK itu mengikat, maka kami harus hormati keputusan itu untuk dipatuhi,” katanya, kepada INDOPOS, kemarin (5/4). Atas dasar itu, maka pimpinan MPR pun tidak akan lagi memakai istilah empat pilar kebangsaan, yang didalamnya terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Meski begitu, politisi Partai Demokrat ini mengaku tetap akan melakukan sosialisasi atas empat pemahaman kebangsaan itu, mengingat masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap Pancasila. “Entah apa namanya, saya secara pribadi memandang bahwa nilainilai dari keempat hal tersebut sangat baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara ke masyarakat,” terangnya.
Dirinya mengaku selama melakukan sosialisasi empat pilar, ia sering menemui warga tidak hapal dengan urutan lima sila di Pancasila. “Bahkan, setelah dilakukan sosialisasi empat pilar selama ini, kami pimpinan MPR periode 2009- 2014 bersyukur ternyata mata pelajaran Pancasila kembali dimasukan ke dalam kurikulum sekolah,” terangnya menambahkan.
Hal senada diungkapkan oleh tim sosialisasi empat pilar DPR/MPR RI Hidayat Nur Wahid yang mengakui bahwa keputusan MK wajib dipatuhi. Namun, kepada INDOPOS, mantan Ketua MPR RI ini juga berharap agar pimpinan dan anggota MPR tetap dapat menjalankan atau mensosialisasikan Putusan MPR sebagaimana yang diatur di Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
“MK hanya memutuskan untuk menghapus frasa empat pilar kebangsaan yang di dalamnya terdapat Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Tetapi putusan MK tidak menghapuskan Putusan MPR berdasar UU MD3 yakni untuk tugas dan kewenangan MPR,” ujarnya.
Sosialisasi Putusan MPR yang dimaksud UUD 1945 hasil perubahan (amandemen), TAP MPR dan Keputusan MPR. “Jadi mungkin, besok-besok MPR hanya melakukan sosialisasi yang memakai istilah ‘Sosialisasi Putusan MPR’. Memang nama itu tidak sekeren nama 4 Pilar Kebangsaan,” tuturnya.
Pasca putusan MK ini, lanjut calon presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta agar semua pimpinan lembaga tinggi negara berkumpul untuk memikirkan kelanjutan sosialisasi khusus pemantapan Pancasila ke masyarakat.

“Saya berharap semua stakeholder dapat duduk bersama mengenai kelanjutan sosialisasi Pancasila. Kalau dulu ada badan BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang mengurusi sosialisasi Pancasila. Namun setelah dibubarkan, maka harus dipikirkan lagi adanya lembaga yang khusus melakukan sosialisasi Dasar Negara RI itu, terutama pasca keputusan MK menghapuskan istilah 4 Pilar Kebangsaan,” tandasnya menambahkan.